Hakikat Kemerdekaan
Merdeka!!
Bulan Agustus adalah bulan yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia, karena pada bulan Agustus tercatat beberapa peristiwa penting dan terutama sejarah Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Negara Indonesia, sejarah mencatat proklamir kemerdekaan Indonesia tepat pada hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan pukul 10.00 WIB, perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini berjuang melawan penjajah.
Kemudian hakikat apa yang terkandung dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia, tentu tidak hanya sekedar mengenang dan memperingati hari kemerdekaan saja, namun yang paling penting merasa telah merdeka dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana mengisi kemerdekaan itu sendiri. Arti Penting Kemerdekaan Kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut al-Istiqla, ditafsirkan sebagai ”al-Taharrur wa al-Khalash min ayy Qaydin wa Saytharah Ajnabiyyah” (bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain), atau “al- Qudrah ‘ala al-Tanfidz ma’a In’idam Kulli Qasr wa ‘Unf min al-Kharij” (Kemampuan mengaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya). Jadi kemerdekaan bebas dari segala bentuk penindasan bangsa lain, kata lain untuk makna ini adalah al-hurriyyah, kata ini diterjemahkan dengan kebebasan. Dari kata ini terbentuk kata al-tahrir yang berarti pembebasan, orang yang bebas atau merdeka disebut al-hurr lawan dari al-‘abd (budak). Kemerdekaan (kata benda) di saat suatu negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya, atau kemerdekaan(kata benda) di saat seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi.
Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan puncak perjuangan bangsa ini. Jadi, serangkaian perjuangan menentang kaum penjajah akhirnya akan mencapai pada suatu puncak, yakni kemerdekaan.
Secara Fitrah Manusia Adalah Merdeka Sesungguhnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya ke dunia ini seluruhnya merupakan mahluk merdeka, manusia diciptakan Allah Swt. dengan fitrahnya yang bersih (hanif), yaitu berakidah dan bertauhid dalam arti kata manusia awal penciptaannya merdeka.
Dalam konteks ini semua dalam keadaan fitrah (suci dan bersih dari perikatan dan penjajahan apapun), namun setelah dewasa ketika mulai baligh ada manusia yang kembali fitrah dan ada juga manusia yang yang tergelincir dari fitrahnya. Sedangkan manusia tidak merdeka adalah manusia yang hidupnya dikendalikan oleh akalnya sendiri, dogma, hawa nafsu, ilmu sesat, harta dan dien selain Islam. Islam datang ke alam dunia ini sesungguhnya membawa pesan dan sifat kemerdekaan. Islam menyeru umat manusia supaya membebaskan diri dan pemikiran mereka daripada belenggu jahiliah dan kemusyrikan terhadap Allah Swt, membebaskan diri daripada perhambaan dan membebaskan negara daripada cengkaman musuh. Islam dalam arti kata kesejahteraan, kedamaian dan keamanan semuanya menjurus kepada hakikat kemerdekaan. Hakikat ini dapat dilihat semasa perkembangan awal Islam di mana Rasulullah Saw. telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan untuk Negeri Madinah dan memerdekakan Mekah dari cengkaman kafir Quraisy.
Demikian juga halnya perkembangan masa pemerintahan Khulafa’ ar-Rasyidin dan kekhalifahan sesudahnya yang banyak memerdekakan negara dari cengkaman kekufuran. Islam juga bersifat merdeka dalam arti kata lain bermaksud bebas daripada keruntuhan akhlak dan kemurkaan Allah Swt. Lantaran itu, Islam telah Berjaya menyelamatkan manusia dari sistem perhambaan terhadap manusia ataupun hawa nafsu yang diselaputi oleh perbuatan syirik, kekufuran, kemungkaran dan kemaksiatan. Oleh karena itulah hendaknya umat Islam senantiasa bercita-cita agar membebaskan diri daripada sifat-sifat yang boleh meruntuhkan wibawa kamanusiaan karena sifat-sifat demikian dimurkai Allah Swt. dan menyebabkan manusia terpenjara dibawah arahan hawa nafsu dan ajakan syetan, dan yang terpenting lagi terlepas dari siksaan api neraka. Islam memandang kemerdekaan tidak hanya sekedar diukur dari sudut pandang terbebasnya bangsa dari kejahatan penjajahan, meskipun tidak bisa dipungkiri sebagai salah satu alat dalam mengukur kemerdekaan sejati. Tidak adanya suatu kebebasan (hurriyah) dirasakan jika semua makna penjajahan dalam bentuk apapun kecuali benar-benar berakhir dan sirna dalam kehidupan umat manusia itu sendiri.
oleh: Fathoni Arief Wijaya, S.KOM., M.M.
Tinggalkan Balasan